Sel seringkali dikategorikan berdasarkan sumber :
· Autologos, Sel yang diperoleh dari individual yang sama dengan yang akan diimplantasikan. Sel autologos paling kecil resikonya dari penolakan atau infeksi, tetapi seringkali tidak dapat digunakan, baik karena cacat genetic, penyakit atau kerusakan akibat luka baker parah. Selain itu sel ini harus dibiakkan dari sample sebelum digunakan, dan ini cukup memakan waktu.
· Allogenik, Sel yang diperoleh dari donor dengan spesies yang sama. Walaupun masih ada kontroversi, tetapi penggunaan sel manusia dalam penanaman kulit terbukti aman.
· Xenogenik, Sel yang diperoleh dari spesies yang berbeda, dan telah diuji secara ekstensif dalam upaya konstruksi organ transportasi tubuh.
· Singeneik, Sel yang diambil dari organisme identik secara genetic
· Primer, Sel dari organisme
· Sekunder, Sel dari bank sel
· Stem Sel, Sel belum berdiferensiasi yang dapat membelah dalam kultur dan berubah menjadi aneka macam sel.
Kultur Cell adalah proses kompleks yang sel-sel yang tumbuh dengan kondisi yang terkendali. Dalam prakteknya, istilah "kultur sel" telah datang untuk merujuk pada kultur sel yang berasal dari multisel eukariota , terutama hewan sel. Perkembangan historis dan metode kultur sel secara erat berhubungan dengan yang kultur jaringan dan kultur organ.
Kultur sel hewan menjadi umum laboratorium teknik pada pertengahan 1900-an, tetapi konsep mempertahankan garis sel hidup terpisah dari jaringan sumber aslinya ditemukan di abad ke-19.
Pada abad ke-19, Fisiolog Inggris Sydney Ringer mengembangkan solusi garam mengandung natrium klorida, kalium, kalsium dan magnesium yang cocok untuk mempertahankan detak jantung hewan terisolasi di luar tubuh. Pada 1885 Wilhelm Roux dihapus sebagian meduler piring dari embrio ayam dan dipelihara dalam sebuah hangat larutan garam selama beberapa hari, menetapkan prinsip kultur jaringan. Ross Granville Harrison , bekerja di Johns Hopkins Medical School dan kemudian di Universitas Yale , mempublikasikan hasil percobaan dari 1907 -1.910, menetapkan metodologi kultur jaringan.
Teknik kultur sel yang canggih secara signifikan di tahun 1940-an dan 1950-an untuk mendukung penelitian di virologi . Virus Bertumbuh dalam kultur sel memungkinkan virus dimurnikan persiapan untuk pembuatan vaksin. vaksin polio adalah salah satu produk pertama yang diproduksi secara massal dengan menggunakan teknik kultur sel. Vaksin ini dimungkinkan oleh penelitian kultur sel dari John Franklin Enders , Thomas Huckle Weller , dan Frederick Chapman Robbins , yang dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka tentang metode virus tumbuh di monyet ginjal budaya sel.
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya. Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel akan mengalami kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal.
Sel ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi virus dengan inang. Selain untuk menumbuhkan sel monolayer, beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak menempel satu dengan lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi monoclonal.
Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan menumbuhkan virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak penelitian yang dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang dikloning dan protein yang diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari lebih detail. Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat membatasi kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C.
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya.
Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.
Sedangkan dalam sejarah klonning, Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut (Iqbal, 2009).
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.
Sejak Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat (Iqbal, 2009).
Dalam perfermentasian, Fermentasi dan proses kultur sel adalah faktor krusial didalam manufaktur biopharmaceutical. Merck merupakan inovator untuk fermentasi berskala besar dan sebagai produsen mayor untuk media kultur, fermentasi, buffer, dan proses upstream (Merck, 2008).
Pengalaman yang dimiliki oleh Merck dalam fermentasi dan keahliannya dalam quality control telah terbukti pada pemilihan raw material dan tahapan dari setiap rencana diseluruh proses produksi hingga produk akhir (Merck, 2008).
Fermentasi dan kultur sel pada prinsipnya menentukan kualitas dan efisiensi proses manufaktur protein dan antibodi secara keseluruhan. Sebagai inovator dalam fermentasi berskala besar, Merck merupakan produser besar media kultur, penyangga fermentasi, garam, vitamin dan asam amino untuk proses bioteknologi (Merck, 2008).
Kultur Sel Sebagai Teknik Pengobatan di Masa Depan
Kultur sel atau yang biasa disebut sebagai Stem sel atau sel induk adalah sel yang dalam perkembangan embrio manusia menjadi sel awal yang tumbuh menjadi berbagai organ manusia. Sel ini belum terspesialisasi dan mampu berdeferensiasi menjadi berbagai sel matang dan mampu meregenerasi diri sendiri (Rismaka,2009).
Sel punca, sel induk, sel batang (bahasa Inggris: stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh. Sel punca juga berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak demi kelangsungan hidup organisme. Saat sel punca terbelah, sel yang baru mempunyai potensi untuk tetap menjadi sel punca atau menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang lebih khusus, misalnya sel otot, sel darah merah atau sel otak.
Sel induk dibagi menjadi sel stem embrionik dan sel stem dewasa. Sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass, suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berusia lima hari dan terdiri atas seratus sel. Sel ini dapat berkembang biak dalam media kultur optimal menjadi berbagai sel, seperti sel jantung, sel kulit, dan saraf.
Penemuan teknologi stem sel sungguh suatu terobosan luar biasa di dunia kedokteran. Betapa tidak. Dengan sebuah sel inti, penyakit yang tidak bisa disembuhkan seperti Parkinson, Alzheimer, suatu saat mungkin bukan lagi menjadi penyakit yang sulit diatasi.
Terapi stem sel secara revolusioner membuka peluang untuk memperbaiki kerusakan pada bagin tubuh dengan menggunakan sel sehat baru dengan cara transplantasi stem sel.
Transplantasi sel bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sel baru dan sehat pada pasien dan untuk membuat pengganti sel-sel tertentu yang mengalami kerusakan untuk kemudian digunakan untuk transplantasi. Salah satu keuntungan transplantasi stem sel adalah tidak diperlukan donor tertentu yang memiliki kesesuaian untuk dilakukan transplantasi.
Sumber lain adalah sel stem dewasa, yakni sel induk yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan. Tubuh kita mengalami perusakan oleh berbagai faktor dan semua kerusakan yang mengakibatkan kematian jaringan dan sel akan dibersihkan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus, sumsum tulang, dan darah tali pusat.
Stem sel dapat diklasifikasikan menjadi stem sel totipotent, pluripotent, multipotent, dan unipotent. Stem sel totipotent dapat berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang dibentuk saat sel telur dan sperma bersatu. Stem sel tipe ini dapat berdiferensiasi menjadi tipe sel embrionik dan ekstraembrionik.
Pluripotent stem sel merupakan turunan dari totipotent sel dan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang tergolong dalam 3 tipe jaringan utama, yaitu jaringan endoderm seperti paru, saluran gastro intestinal, dan perut bagian dalam. Jaringan mesoderm misalnya otot, tulang, darah, dan urogenital, dan jaringan ektoderm misalnya jaringan epidermal dan sistem saraf .
Sejarah Pemanfaatan Stem Sel :
Terapi pengobatan yang menggunakan stem sel mulai digunakan sejak keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk yang pertama kalinya pada tahun 1968.1 Kemudian, stem sel embrionik pluripotent dan stem sel multipotent dewasa digunakan untuk membuat jaringan manusia yang akan ditransplantasi ke pasien dengan indikasi kelainan yang disebabkan oleh degenerasi atau perlukaan sel, jaringan, dan organ. Perkembangan terbaru teknik penumbuhan stem sel embrionik manusia pada kultur dan peningkatan pengetahuan para peneliti mengenai jalur diferensiasi sel telah memperluas penggunaan terapi ini.
Pada tahun 1963, peneliti di dunia kedokteran menemukan bahwa sel induk dari tali pusat dapat dipakai si bayi dan keluarganya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Darah di dalam ari-ari dan tali pusat mengandung berjuta-juta sel induk pembentuk darah yang sejenis dengan sel induk yang ditemukan di dalam sumsum tulang.
Pencangkokan darah tali pusat (umbilical cord blood) pertama kali dilakukan pada seorang anak penderita anemia fanconi di Paris pada tahun 1988. Keberhasilan pencangkokan itu membuka pandangan baru dalam pemanfaatan darah tali pusat yang sebelumnya tidak berguna. Setelah diteliti lebih lanjut, banyak keuntungan yang ditawarkan dibandingkan dengan transplantasi sumsum tulang yang semula jadi primadona. Stem sel dewasa dari darah tali pusat memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi daripada dari sumsum tulang. Selain itu, pencangkokan dengan menggunakan sel induk dewasa dari darah tali pusat ini memiliki tingkat kecocokan lebih tinggi dibandingkan sumsum tulang.
Sel induk sumsum tulang dan darah tali pusat sejauh ini telah berhasil digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kelainan darah. Hingga kini sedikitnya 3.000 pencangkokan darah tali pusat telah dilakukan. Lebih dari 72 penyakit yang terbukti dapat diobati dengan pencangkokan sel induk ini, di antaranya leukemia, keropos tulang (osteoporosis), dan kanker payudara. Kebanyakan dari penyakit yang disembuhkan adalah penyakit akut, seperti leukemia akut dan kronis, anemia fanconi, anemia aplastic, dan penyakit auto immune. Namun pada kanker payudara, stem sel terbukti tidak menolong.
Pada tahun 1993, di Jerman telah dilakukan sebuah penelitian yang melibatkan 885 pasien berumur kurang dari 56 tahun penderita kanker payudara yang tidak bermetastasis dan telah dioperasi. Pasien yang mendapat perlakuan konvensional diberikan fluorouracil, epirubricin,dan cyclophosphamide setiap tiga minggu, diikuti radioterapi dan perlakuan dengan tamoxifen, untuk empat siklus dari perlakuan. Pasien dari kelompok perlakuan dosis tinggi menerima perlakuan cara yang sama untuk 4 siklus pertama, tetapi perlakuan kelima terdiri dari dosis tinggi cyclophosphamide, thiotepa, dan carboplatin diikuti transplantasi stem sel hematopoietik darah tepi pasien sendiri. Hasilnya, 5 wanita meninggal pada kelompok dengan perlakuan dosis tinggi yaitu 1 selama perlakuan, dan 4 pada 100 hari setelah transplantasi stem sel.
Sebuah penelitian lain dilakukan pada tahun 1191 melibatkan 540 wanita yang menderita kanker payudara dan paling sedikit 10 diantaranya positif memiliki axillary nodes. Mereka diperlakukan baik dengan 6 siklus dari kemoterapi dengan cyclophosphamide, doxorubicin, dan fluorouracil maupun dengan kemoterapi diikuti 1 siklus kemoterapi dosis tinggi dengan cyclophosphamide dan thiotepa dan transplantasi hematopoietik stem sel autolog. Hasilnya, 9 wanita meninggal pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis tinggi. Peneliti menemukan bahwa penambahan transplantasi stem sel pada kemoterapi konvensional tidak memperbaiki penyakit, tetapi waktu untuk kambuhnya lebih panjang pada wanita yang menjalani transplantasi stem sel.
Pada tikus, penelitian stem sel bermula pada taun 1981. Pada akhirnya, penelitian untuk menurunkan stem sel dari embrio manusia berawal tahun 1998. Pada akhirnya, penelitian stem sel dari embyo manusia memicu banyak pro kontra terkait masalah etika, bahwa penggunaan stem sel yang berasal dari embrio harus mengorbankan embrio tersebut.
1981 : Stem sel yang berasal embrio pertama kali diisolasi oleh dua kelompok : Gail Martin di University of California, San Fransisco, dan Martin Evans, University of Cambridge.
November 1995 : Peneliti di University of Winconsin mengisolasi stem sel embrio primata pertama, monyet rhesus macaque. Hasil penelitian menunjukkan adalah mungkin untuk menurunkan stem sel embrio dari primata, termasuk manusia.
Januari 1998 : Ilmuwan dan enterpreneur Richard Seed mengumumkan rencana untuk membuka klinik kloning manusia. Klinik tersebut akan menawarkan pasangan yang tidak subur untuk mengkloning diri mereka jika tidak ada terapi medik yang dapat dilakukan untuk mendapatkan anak. Rencana Seed tidak pernah menjadi kenyataan, namun pengumuman itu memicu debat mengenai kloning manusia.
5 November 1998 : Peneliti di University of Wisconsin dan John Hopkins University melaporkan stem sel yang diisolasi dari embrio manusia. Sel tersebut memiliki potensi untuk tumbuh menjadi berbagi tipe sel dalam tubuh dan dapat digunakan untuk menggantikan sel-sel yang rusak. Namun prosesnya kontroversial : Tim pertama menurunkan stem sel dari jaringan fetus yang teraborsi, tim yang lain dari embrio yang dihasilkan di laboratorium yang berasal dari pasangan yang menjalani in vitro fertilization.
23 Agustus 2000 : The National Institutes of Health mengeluarkan panduan yang memungkinkan badan federal Amerika membiayai penelitian stem sel embrio. Mantan Presiden Bill Clinton mendukung panduan ini.
Febuari 2001 : Presiden George W. Bush meminta untuk mengkaji ulang panduan NIH dan menunda dana federal yang digunakan untuk penelitian stem sel.
18 Juli 2001 : Senator Bill Frist dan Senator Orrin Hatch, yang merupakan kelompok anti aborsi, menyetujui pembatasan dana federal untuk penelitian stem sel.
9 Agustus 2001 : Presiden Bush mengeluarkan keputusan bahwa dana federal hanya dapat digunakan untuk penelitian stem sel embrio yang telah tersedia, dari sumber yang tertinggal di klinik fertilisasi.
25 November 2001 : Ilmuwan di Advanced Cell Technology di Massachusetts mengklaim telah mengkloning embrio manusia. Namun, pembuktiannya kontroversial dan tidak konklusif
12 Februari 2004 : Ilmuwan Korea Selatan yang diketuai oleh Hwang Woo Suk mengumumkan kloning embrio pertama di dunia. Tidak seperti klaim kloning sebelumnya, para ilmuwan ini melaporkan hasil kerja mereka di jurnal yang prestisius, peer-review, Science. Embrio dikloning bukan untuk tujuan reproduksi tapi sebagai sumber stem sel. Berita tersebut membuka kembali pertentangan tentang transfer inti sel somatik. Ilmuwan mengatakan kloning menawarkan cara yang unik untuk meproduksi sel yang suatu saat bisa digunakan untuk terapi penyakit. Namun pihak yang mengkritik beragumen bahwa kloning dalam bentuk apapun tidak sesuai dengan nilai moral dan harus dilarang.
19 Mei 2005 : Ilmuwan yang sama dari Korea Selatan ini, yang melaporkan telah mengkloning embrio manusia tahun 2004, mengumumkan bahwa mereka telah membuat proses yang menggunakan sel telur manusia yang jauh lebih sedikit untuk memproduksi stem sel embrio – sebuah lompatan produksi massal yang dipublikasikan di Science.
19 September 2005 : Ilmuwan di California melaporkan bahwa menyuntikkan stem sel saraf dapat memperbaiki spinal cord tikus. Terapi sedikitnya membantu tikus lumpuh untuk dapat berjalan kembali.
11 November 2005 : Peneliti University of Pittsburgh Gerald Schatten memperingatkan editor Science bahwa terdapat kemungkinan kesalahan dalam paper ilmuwan Korea Selatan bulan Februari 2004. Dalam paper tersebut, ilmuwan Korea mengklaim mereka telah membuat stem sel line dari kloning embrio manusia. Schatten mengatakan bahwa beberapa donor sel telur dalam penelitian itu telah dibayar.
15 Desember 2005 : Ilmuwan Korea Selatan, mengakui adanya kesalahan yang serius dalam papernya di tahun 2005 dan meminta Science untuk menarik kembali jurnal tersebut.
29 Desember 2005 : Investigasi Seoul National University menyimpulkan data penelitian tim Hwang yang dipublikasikan Science adalah palsu.
12 Januari 2006 : Jurnal Science secara formal menarik dua artikel Hwang.
7 Juni 2006 : Harvard mengumumkan program multimillion-dollar untuk membuat kloning embrio manusia sebagai sumber menjanjikan stem sel.
18 Juli 2006 : Presiden Bush melarang aliran dana federal untuk membiayai penelitian stem sel embrio.
Kultur Sel Eukariotik
Sel eukariotik jauh lebih sulit untuk budaya daripada kebanyakan prokariota. Mereka menuntut media yang kompleks dan sangat rentan terhadap kontaminasi dan pertumbuhan berlebih oleh mikroba seperti bakteri, ragi dan jamur. Secara sederhana, ada tiga jenis kultur sel eukariotik (Googleterjemahan, 2010):
Sel primer:
Primary cells are explanted directly from a donor organism, eg white blood cells or nasal brushings. sel primer explanted langsung dari organisme donor, misalnya sel darah putih atau brushings hidung. Mereka mungkin mampu satu atau dua divisi dalam budaya, dan mengingat kondisi yang tepat dapat bertahan selama beberapa waktu, tetapi mereka tidak terus tumbuh dan akhirnya penuaan dan mati. Jadi mengapa kita repot-repot tumbuh sel-sel ini menuntut? Karena mereka dianggap mewakili model eksperimental terbaik dalam situasi vivo, dan karena mereka dapat mengekspresikan karakteristik yang tidak terlihat di sel kultur, misalnya sel-sel epitel dengan pemukulan silia.
Limfoid (darah putih) sel dapat dibudidayakan dan dibuat untuk menjalani sejumlah divisi sebelum sensecence dengan menambahkan sitokin dan lectins ke media pertumbuhan. Lectins adalah protein yang bereaksi dengan residu gula spesifik pada permukaan sel, lintas menghubungkan mereka dan sering menyebabkan sinyal intraselular. lectins merangsang perkembangan yang berbeda-beda dari berbagai jenis sel limfoid, misalnya phytohaemagglutinin (PHA) merangsang T-sel saja, sedangkan conconavalin-A memiliki aktivitas mitogenic (menginduksi pembelahan sel) untuk kedua sel T-dan B-sel. Aktivasi sel menyebabkan ekspresi reseptor permukaan sel banyak dan pembentukan gumpalan besar sel.
Sekunder sel:
Secondary cells were originally explanted from a donor organism, and given the correct culture conditions, divide and grow for some time in vitro , eg 50-100 generations. However, they do not continue to divide indefinitely and eventually, their physical characteristics may change, after which the cells will eventually senesce and die. The factors which control the replication of such cells in vitro are related to the degree of differentiation of the cell - in general, terminally differentiated cells are harder to maintain than less specialized cells.
I have long felt a special connection with herbal medicine. First, it's natural, Charlie attended the same small college in Southern California - Claremont Men's College - although he dropped out of school to enroll in the Julliard School of Performing Arts in New York. York. Had he been to Claremont, he would have been senior the year I started there; I often thought that was the reason he was gone when he discovered that I had herpes. So, my life was lonely, all day, I could not stand the pain of the outbreak, and then Tasha introduced me to Dr. Itua who uses her herbal medicines to cure her two weeks of consumption. I place an order for him and he hands it to my post office, then I pick it up and use it for two weeks. All my wound is completely healed no more epidemic. I tell you honestly that this man is a great man, I trust him Herbal medicine so much that I share this to show my gratitude and also to let sick people know that there is hope with Dr. Itua. Herbal Phytotherapy.Dr Itua Contact Email.drituaherbalcenter@gmail.com/ info@drituaherbalcenter.com. Whatsapp ... 2348149277967
BalasHapusHe cures.
Herpes,
Breast Cancer
Brain Cancer
CEREBRAL VASCULAR ACCIDENT.
Hepatitis,Glaucoma., Cataracts,Macular degeneration,Cardiovascular disease,Lung disease.Enlarged prostate,Osteoporosis.Alzheimer's disease,
Dementia.Tach Disease,Shingles,
Lung Cancer
H.P.V TYPE 1 TYPE 2 TYPE 3 AND TYPE 4. TYPE 5.
HIV,Arthritis,Amyotrophic Lateral Scoliosis,Fibromyalgia,Fluoroquinolone Toxicity
Cervical Cancer
Colo-rectal Cancer
Blood Cancer
SYPHILIS.
Diabetes
Liver / Inflammatory kidney
Epilepsy