Oleh : Ririn Dwi Ayu
PENDAHULUAN
Pada masa lalu, manusia banyak yang belum mengakui derajat manusia lain. Akibatnya banyak terjadi penindasan manusia oleh manusia lain. Misalnya penjajahan, perbudakan, dan penguasaan. Bangsa Indonesia dahulu pernah mengalami penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu dapat dikatakn latar belakang sejarah hak asasi manusia, pada hakikatnya, muncul karena inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya, sebagai akibat dar tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman (tirani).
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusis lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya.
Dengan pemahaman seperti itu, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.
Pengakuan atas adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan – secara moral maupun demi hukum – kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah.
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Musthafa Kemal Pasha (2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia ialah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir dan melekat pada esensinya sebagai anugerah Allah SWT.
Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya lebih dulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1945. Pengakuan akan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan alinea keempat, batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dan ketetapan MPR.
Bila berbicara mengenai Hak Asasi Manusia dalam dunia modern saat ini, maka kita dihadapkan pada perdebatan antara universalisme HAM dan relativisme budaya. Universalisme HAM dianggap terwujud dalam Universal Declration of Human Rights yang mewakili tradisi dunia Barat yang menjunjung tinggi konsep kebebasan dan individualisme. Sedangkan di dunia Timur konsep mengenai tanggung jawab dan komunitas lebih dominan. Hal inilah yang melahirkan teori relativisme budaya yang salah satu bentuk perwujudannya.
Hal inilah yang mendasari kami menyusun makalah mengenai keterkaitan antara hak asasi manusia dengan penerapan keamanan di Indonesia.
PERMASALAHAN
Keadaan lingkungan kemasyarakatan saat ini begitu mengkhawatirkan, tidak hanya dilihat dari masyarakat itu sendiri, namun pemerintah dan aparatur keamanan yang bertugas untuk melindungi hak asasi manusia sebagai masyarakat dan yang diharapkan mampu memberikan akselerasi pemecahan kasus-kasus pelanggaran HAM ternyata belum memberikan hasil yang optimal tapi terkadang kekuasaannya tersebut disalahgunakan hingga menekan dan menyusahkan masyarakat pada umumnya.
Dapat diambil contoh pada masalah klasik yaitu penggusuran pedagang kaki lima oleh para petugas satpol-pp. Masyarakat pada hal ini para pedagang kaki lima selalu terkesampingkan, dalam keanyataanya, mereka sangat minim dalam hal perekonomian, maka dari itu hak mereka untuk hidup sebagai salah satu hak asasi, sebagaimana caranya terus mereka usahakan, sayangnya usaha mereka untuk memenuhi hak hidupnya terhalang oleh peraturan tata kota yang diterapkan oleh pemerintah, sehingga ujung-ujungnya penggusuranlah yang harus selalu mereka alami. Rasa aman mereka untuk mencari penghidupan tidak ada.
PEMBAHASAN
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan (Wordpress, 2009).
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia (Tim Dosen Kewarganegaraan, 2009).
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain (Wikipedia, 2009).
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. (Wordpress, 2009).
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) (Wipedia,2009).
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari (Kangozy, 2009) :
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil membuat keputusan
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia (Wordpress, 2009) :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain (Wordpress, 2009).
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan (Indoskripsi, 2009).
Adapun dalam hubungan HAM dan keamanan di Indonesia sekarang ini, sangatlah rancu. Dalam pemahaman dasar, Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan merupakan topik yang luas termasuk keamananan nasional terhadap serangan teroris, keamanan komputer terhadap hacker, kemanan rumah terhadap maling dan penyelusup lainnya, keamanan finansial terhadap kehancuran ekonomi dan banyak situasi berhubungan lainnya (Wikipedia, 2009).
Pemerintah daerah melakukan pembersihan dengan dalih penegakan aturan. Bahwa lokasi yang digunakan para PKL bukan kawasan yang diperuntukkan untuk berdagang. Meski para PKL telah berada di lokasi tersebut selama bertahun-tahun tanpa mendapatkan larangan dari pemda. Bahkan dibebani dengan retribusi tertentu. Secara menyedihkan para PKL harus kehilangan sumber penghidupannya demikian juga aset yang dimiliki, karena harus dibersihkan oleh aparat Pemda. Ironisnya, tujuan mereka mencari sesuap nasi harus takluk dengan orientasi lain, yakni menciptakan keindahan, kenyamanan atau lahan mendirikan mall atau pusat perbelanjaan baru (Okezone, 2009).
Mengapa aturan sosial harus ditegakkan? Tujuannya agar manfaat bersama dapat ditingkatkan dan dinikmati banyak orang. Misalnya aturan pengguna kendaraan bermotor tidak boleh melanggar lampu merah perlu ditegakkan agar mencegah terjadi kemacetan, sehingga perjalanan yang lancar sebagai manfaat yang diharapkan dapat terjadi dan dinikmati semua orang (Wordpress, 2009).
Namun ketika penggusuran dilakukan, manfaat apakah yang diharapkan? Katakanlah manfaat yang dapat dirasakan adalah keindahan, kenyamanan kota atau apa. Namun siapakah yang kemudian yang menikmati. Apakah setiap anggota masyarakat, termasuk di dalamnya mereka yang tergusur. Namun jangankan menikmati keindahan, untuk mendapatkan makanan yang sehat secara teratur masih menjadi hal yang sulit bagi mereka. Dan etiskah kiranya menciptakan keindahan kota di atas penderitaan sekelompok masyarakat tertentu? Keindahan yang tercipta dinikmati sekelompok orang sedangkan yang tergusur meringkih. Aturan seharusnya ditegakkan pada pihak yang tetap memilih yang ilegal meskipun yang legal tersedia. Misalnya para pengguna jalan yang memilih menyebrang jalan melintasi jalan yang ramai dilalui kendaraan dan menghambat kelancaran lalu lintas meski jembatan penyeberangan telah tersedia. Atau pengawai negeri sipil yang memilih tidak bekerja meskipun setiap bulan ia telah memperoleh gaji dari negara. (Wordpress, 2009).
Hal-hal demikianlah itulah yang perlu ditindak. Ketika seorang pedagang kaki lima digusur karena mereka berdagang di tempat yang illegal, namun apakah pemerintah menyediakan tempat yang legal yang bisa digunakan untuk berusaha dengan baik? Yang dapat ia akses dengan mudah seperti ia meletakkan tempat dagangannya di pinggir jalan, tanpa harus mengelurkan biaya atau persyaratan melampaui batas kemampuannya.
Kebijakan penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah merupakan gambaran dari sebuah kebijakan tanpa hati dan cenderung mendewakan aturan (atau hanya dalih). Kebijakan demikian lebih berorientasi pada pencapaian target, perwujudan konsep-konsep abstrak, apalagi hanya untuk sekedar menghabiskan anggaran APBD yang khusus disediakan untuk penggusuran. Manusia dalam kebijakan sedemikian seringkali disamakan dengan benda seperti gedung, atau pepohonan yang dapat disingkirkan jika tidak sejalan dengan konsep yang diharapkan. Namun di sisi lain persoalan penderitaan, kesedihan dan kekerasan sebagai akibat kebijakan yang diambil tidak diperhitungkan (Wordpress, 2009).
Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa dan tindakan hukum. Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, yaitu tindakan hukum. Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut (Wipedia, 2009) :
• Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
• Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
• Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi
• Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
• Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
• Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi
• Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum, karena dalam negara terdapat asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. Asas legalitas menurut Sjachran Basah, berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif (Indoskripsi, 2009).
Meskipun demikian, tidak selalu setiap tindakan pemerintahan tersedia peraturan peraundang-undangan yang mengaturnya. Dapat terjadi, dalam kondisi tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan perundang-undangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada pemerintah diberikan kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang (Indoskripsi, 2009).
Dari hal ini tergambar jika terjadi suatu keadaan dimana pemerintah ingin melegalkan segala bentuk keputusan dan tindakannya kepada masyarakat tanpa takut terkena sanksi pidana terhadap pelanggaran undang-undang, dengan berlindung bahwa pemerintah dapat bertindak walaupun tanpa dasar undang-undang atau peraturan yang jelas. Tentu saja jika demikian halnya, rakyat kecil seperti pedagang kaki lima inilah yang selalu dalam posisi tidak menguntungkan.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Atas nama pembangunan dan kepentingan umum, setiap warga siap-siap untuk diusir dari tanah yang ditempatinya. Dalam Keppres disebutkan bahwa pengadaan tanah hanya digunakan semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan (Pasal 2 Ayat 1), sedangkan dalam Perpres hal ini tidak jelas. Ini berarti pengadaan tanah tidak saja semata-mata untuk pembangunan, tetapi juga untuk hal lain yang dianggap pemerintah sebagai kepentingan umum. Dalam Keppres hanya dikenal satu cara untuk pengadaan tanah, yaitu melalui pelepasan hak atas tanah (Pasal 2 Ayat 2). Sementara dalam Perpres terdapat dua cara untuk memperoleh tanah, yaitu melalui pelepasan hak atas tanah dan melalui pencabutan hak atas tanah, seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1961(pedulibencana, 2009).
Pencabutan hak atas tanah seperti yang diatur dalam UU tersebut adalah dalam hal keadaan memaksa (Pasal 1). Sedangkan dalam Perpres ini pencabutan dilakukan apabila tidak ada kesepakatan mengenai ganti rugi sementara pembangunan tidak dapat dialihkan (Pasal 18). Dalam Keppres telah dibatasi pembangunan yang dibangun, yaitu pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan (Pasal 5). Sedangkan dalam Perpres pengaturan ini tidak ada lagi (pedulibencana, 2009).
Hal ini berarti bisa saja pembangunan yang akan digunakan untuk mencari keuntungan. Tidak jelas juga apakah bangunan yang dibangun tersebut akan dimiliki oleh pemerintah atau tidak, asal pembangunan itu dilaksanakan oleh pemerintah, maka dapat memperoleh pengadaan tanah.
Pasal 25 pernyataan PBB tentang Hak- hak Asasi Manusia berbunyi, “Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan seterusnya.” Sidang Istimewa MPR 1998 juga menetapkan, tiap orang berhak untuk bertempat tinggal (Tap MPR No XVII/ MPR/1998, Pasal 27 tentang Hak-hak Asasi Manusia. Bila Pasal 34 UUD 1945 menyatakan “fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara”, hal ini sekurang-kurangnya menyatakan, negara tidak mengusir mereka dari tempat tinggal mereka, dan atas segala usaha pemenuhan kebutuhan mereka (Imadekariadi, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar